Sukarno hata


Dr. Ir. H. Sukarno adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945-1966. Beliau berperan penting dalam memerdekan Indonesia dari penjajahan Belanda. Beliau adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia.
Diakhir hidupnya, beliau mengalami penderitaan. Beliau menjalani tahanan rumah dan dijaga ketat oleh tentara dibawah kekuasaan Presiden Indonesia yang kedua, Soehharto.
Kisahnya, Presiden Sukarno tidak memiliki uang simpanan diakhir hidup beliau. Sehingga, ketika putri beliau hendak menikah, maka beliau terpaksa meminta salah satu istrinya (Yurike) untuk meminjam uang (berutang).
Ketika beliau menemui Yurike, beliau dalam penjagaan ketat oleh tentara dibawa perintah Suharto. Beliau nampak renta tanpa kegagahan karena tekanan batin yang dialami beliau. Untungnya beberapa hari kemudian, Yurike mendapatkan pinjaman dari seorang pengusaha.
Dalam acara pernikahan putrinya, beliau mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya oleh tentara Orde Baru. Ketika Fatmawati ingin mendekati beliau, dengan kasar pengawal tentara orde baru mengusir Fatmawati. Bahkan, ketika waktu kunjungan berakhir, presiden Sukarno didorong masuk mobil oleh tentara tersebut, dan ketika beliau ingin melambaikan tangan, para tentara menarik tangan beliau dengan kasar.
Betapa sedih rasanya membaca peristiwa itu. Bagaimana jika kita berada ditempat itu ? Menyaksikan peristiwa yang dialami Proklamator Indonesia. Akankah kita melakukan perlawanan untuk membela beliau ? Begitukah cara memperlakukan pahlawan Nasional ? Mengapa Proklamator Kemerdekaan dicampakkan oleh bangsanya sendiri ?

Alasan Dr. Ir. H. Sukarno dimakamkan di Blitar

Merdeka.com - Presiden pertama RI Soekarno dimakamkan di Blitar. Lokasi pemakaman di Blitar ini merupakan keputusan pemerintah Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Padahal, sewaktu hidup, Bung Karno pernah mengatakan ingin dimakamkan di daerah Priangan alias Jawa Barat.

Dalam 'Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' yang ditulis Cindy Adams tahun 1965, Bung Karno mengatakan tidak ingin dikubur dalam kemewahan.

"Saya ingin sekali beristirahat di bawah pohon yang rindang, dikelilingi pemandangan yang indah, di sebelah sungai dengan air yang bening. Saya ingin berbaring di antara perbukitan dan ketenangan. Hanya keindahan dari negara yang saya cintai dan kesederhanaan sebagaimana saya hadir. Saya berharap rumah terakhir saya dingin, pegunungan, daerah Priangan yang subur di mana saya bertemu pertama kali dengan petani Marhaen," kata Bung Karno .

Belakangan, Bung Karno mengungkapkan tempat yang memenuhi kriteria itu adalah sebuah tempat dekat vila miliknya di Batu Tulis, Bogor. Vila itu dibangun Bung Karno di akhir masa jabatan kepresidennya.

Namun, wasiat itu tidak diindahkan oleh Soeharto, yang memutuskan memakamkan sang proklamator dengan acara kenegaraan. Pemimpin Orde Baru itu memilih Blitar.

Soeharto beralasan keinginan keluarga Bung Karno perihal lokasi pemakaman berbeda-beda. "Andaikata kita serahkan kepada keluarga besar yang ditinggalkannya, maka saya melihatnya bakal repot," ujar Soeharto dalam ' Soeharto : Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya' (Dwipayana dan Ramadhan, 1989).

Maka, kata Soeharto, "Saya memutuskan dengan satu pegangan yang saya jadikan titik tolak, yakni bahwa Bung Karno sewaktu hidupnya sangat mencintai ibunya. Beliau sangat menghormatinya. Kalau beliau akan berpergian ke tempat jauh, ke mana pun, beliau sungkem dahulu, meminta doa restu kepada ibunya. Setelah itu barulah beliau berangkat."

Atas dasar kedekatan dengan ibu itu, Soeharto akhirnya memakamkan Bung Karno di Blitar, tak sesuai dengan wasiatnya. Soeharto juga memugar makam Bung Karno , hal yang tidak sesuai dengan kesederhanaan yang diinginkan pemimpin revolusi itu.

Sejumlah sejarawan berpendapat, keputusan sepihak Soeharto soal pemakaman itu karena dia merasa terlalu berbahaya jika makam Bung Karno terlalu dekat dengan Jakarta. Stabilitas pusat negara akan terganggu. Rupanya Orde Baru masih takut dengan kharisma pemimpin besar revolusi ini, bahkan setelah dia mati.

Meski dimakamkan di Blitar, tempat peristirahatan terakhir Bung Karno itu masih didatangi banyak orang hingga kini. Karena selama Orde Baru seolah dilarang, maka akhirnya banyak yang menyangka kalau Soekarno lahir di Blitar bukan Surabaya.
Diberdayakan oleh Blogger.