Islam di Indonesia
Indonesia adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar di
seluruh dunia. Pada saat ini diperkirakan bahwa jumlah umat Muslim
mencapai 207 juta orang, sebagian besar menganut Islam aliran Suni.
Jumlah yang besar ini mengimplikasikan bahwa sekitar 13% dari umat
Muslim di seluruh dunia tinggal di Indonesia dan juga mengimplikasikan
bahwa mayoritas populasi penduduk di Indonesia memeluk agama Islam.
Kendati mayoritas penduduk beragama Islam, negara ini bukanlah negara
Islam yang berdasarkan pada hukum-hukum Islam.
Justru, Indonesia adalah sebuah negara
sekuler demokratik tetapi dengan pengaruh Islam yang kuat. Sejak awal
berdirinya negara ini, sudah ada banyak perdebatan politik mengenai
dasar ideologi negara Indonesia. Sejumlah kelompok Islam konservatif
(termasuk sejumlah partai politik) berpendapat bahwa Indonesia
seharusnya menjadi sebuah negara Islam. Namun, karena ada puluhan juta
penduduk non-Muslim - apalagi mayoritas penduduk yang menganut Islam di
Indonesia bukan orang Muslim yang mempraktekkannya dengan ketat (nominal Muslim)
-, berdirinya sebuah negara Islam (sekaligus penerapan hukum syariah)
selalu dianggap sebagai pemicu perpecahan dan separatisme. Partai-partai
politik yang mendukung pendirian negara Islam belum pernah sempat
meraih suara mayoritas penduduk sepanjang sejarah perpolitikan di Indonesia. Berdasarkan pemilihan-pemilihan selama era Reformasi,
partai-partai Islam konservatif justru kehilangan dukungan dibandingkan
partai-partai sekuler dan karena itu tampaknya kecil kemungkinan bahwa
Indonesia akan menjadi negara Islam di masa mendatang.
Proses Islamisasi di Indonesia (atau
tepatnya di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Indonesia) telah
berlangsung selama berabad-abad dan terus berlanjut hingga saat ini.
Islam menjadi sebuah kekuatan yang berpengaruh melalui serangkaian
gelombang dalam berjalannya sejarah (yaitu perdagangan internasional,
pendirian berbagai kesultanan Islam yang berpengaruh, dan
gerakan-gerakan sosial) yang akan dijelaskan lebih lanjut dengan detail
di bawah ini. Namun, penerapan agama Islam di Indonesia pada saat ini
memiliki karakter yang beragam karena setiap wilayah memiliki sejarah
tersendiri yang dipengaruhi oleh sebab-sebab yang unik dan berbeda-beda.
Mulai dari akhir abad ke-19 sampai saat ini, Indonesia - secara
keseluruhan - memiliki sejarah umum yang lebih seragam karena para
penjajah (dan dilanjutkan oleh para pemimpin nasionalis Indonesia)
menetapkan dasar-dasar nasional di wilayahnya yang berbeda-beda. Proses
unifikasi ini juga membuat agama Islam di Indonesia - dalam proses yang
lambat - semakin kehilangan keanekaragamannya. Namun, hal ini bisa
dipandang sebagai perkembangan yang logis dalam proses Islamisasi di
negara ini.
Di dalam beberapa tahun terakhir, media -
baik nasional dan internasioanal - telah melaporkan
penyerangan-penyerangan pada kelompok-kelompok agama minoritas di
Indonesia (seperti Ahmadiyah dan Kristen). Sejumlah kelompok Muslim radikal
seperti Front Pembela Islam (FPI) menggunakan kekerasan (atau ancaman
kekerasan) untuk memeperjuangkan idealisme mereka; termasuk dengan
melawan umat Islam lainnya, contohnya dengan menyerang penduduk beragama
Islam yang menjual makanan pada siang hari selama bulan puasa
(Ramadhan). Sangat menguatirkan bahwa Pemerintah Indonesia dan
pengadilan di Indonesia tidak bertindak tegas melawan kelompok-kelompok
radikal semacam ini. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah memiliki
monopoli yang lemah dalam hal penggunaan kekerasan (weak monopoly on violence).
Namun, perlu ditekankan bahwa mayoritas penduduk Muslim di Indonesia
sangat mendukung pluralisme dan kerukunan antar umat agama.
Pulau-pulau Indonesia dengan mayoritas penduduk Muslim:
1. Sumatra2. Jawa
3. Kalimantan (daerah pesisir)
4. Sulawesi
5. Lombok
6. Sumbawa
7. Maluku Utara
Wilayah barat Indonesia yang padat
penduduknya pada umumnya memiliki jumlah penduduk Muslim yang lebih
besar dibandingkan dengan wilayah timur Indonesia. Karena perdagangan
memiliki peran yang signifikan dalam proses Islamisasi di Indonesia,
pulau-pulau yang lebih dekat dengan rute-rute perdagangan utama menerima
lebih banyak pengaruh Islam. Wilayah barat Indonesia, yang telah
menjadi bagian dari jalur perdagangan global sejak sejarah awal manusia,
lebih banyak menerima pengaruh-pengaruh Islam yang disebarkan melalui
proses perdagangan, dan karena itu mengalami proses kebangkitan dan
kejatuhan kesultanan-kesultanan Islam sejak abad ke-13. Hal ini terutama
terjadi di wilayah sekitar Selat Malaka (yang terletak di antara
Malaysia dan Indonesia) yang dari dulu-dulu adalah salah satu jalur
perdagangan laut tersibuk di dunia.
Indonesia pada saat ini mengalami
pertumbuhan makro ekonomi yang cepat: jumlah penduduk kelas menengah
bertambah dengan cepat dan hal ini ditunjukkan dengan peningkatan
berkelanjutan produk domestik bruto per kapita
(berarti penduduk semakin banyak mengonsumsi produk dan jasa). Apalagi
masyarakat Indonesia - seperti juga dunia - semakin mengalami proses urbanisasi
(sebuah proses yang berhubungan erat dengan modernisasi dan
industrialisasi). Maka penduduk Muslim, yang setara dengan hampir 90%
dari jumlah total penduduk Indonesia, juga dipengaruhi oleh
perkembangan-perkembangan ini. Di kota-kota besar (terutama di pulau
Jawa yang merupakan pulau paling padat penduduk di Indonesia) kelompok
masyarakat ini menunjukkan gaya hidup yang semakin konsumtif. Hal ini
terutama berlaku untuk komponen kelompok Muslim moderat yang berjumlah
sangat besar. Mereka semakin menerapkan gaya hidup perkotaan yang
‘modern’, yang didukung dengan alat-alat elektronik dan gaya busana
terbaru. Indikator-indikator penting seperti penjualan mobil dan
penggunaan internet serta telepon selular meningkat dengan sangat cepat
di tahun-tahun terakhir. Kaum muda dari kalangan menengah dan elit
sering dapat dilihat sedang bersantai di tempat-tempat seperti Starbucks
di mal-mal mewah di kota-kota besar.
Kedatangan Islam di Indonesia
Walaupun sulit untuk mengetahui secara
persis perkembangan awal agama Islam di kepulauan ini (karena kurangnya
sumber informasi), cukup jelas bahwa perdagangan intenasional merupakan
faktor yang sangat penting. Kemungkinan besar para pedagang Muslim dari
berbagai negara telah ada di wilayah maritim Asia Tenggara sejak periode
awal Islam. Sumber-sumber paling awal melaporkan bahwa sejumlah
penduduk asli telah memeluk agama Islam sejak awal abad ke-13; baru-batu
nisan mengindikasikan keberadaan sebuah kerajaan Muslim di Sumatra
Utara pada tahun 1211. Mungkin kerajaaan-kerajaan lokal mengadopsi agama
baru ini karena bisa memberikan keuntungan-keuntungan tertentu dalam
perdagangan dengan para pedagang yang sebagian besar beragama Islam.
Tidaklah jelas mengapa para penduduk asli tampaknya baru memeluk agama
Islam setelah berabad-abad agama ini sudah dikenal di wilayah tersebut.
Baru dari abad ke-15 dan selanjutnya, kerajaan-kerajaan dan
kesultanan-kesultanan Islam menjadi kekuatan politik dominan di
kepulauan ini, meskipun mereka kemudian dikalahkan oleh para pendatang
baru dari Eropa (Portugis dan Belanda) di abad ke-16 dan abad ke-17.
Variasi Agama Islam di Indonesia
Kedatangan Islam di kepulauan ini
memiliki dampak-dampak yang beragam bagi komunitas-komunitas lokal
tergantung pada konteks historis dan sosial dari wilayah tempat
kedatangannya. Di beberapa bagian dari kepulauan tersebut, kota-kota
bermunculan sebab para pedagang Muslim mendirikan tempat permukiman di
sana. Di wilayah-wilayah lain, Islam tidak pernah menjadi agama
mayoritas, kemungkinan karena letaknya jauh dari rute-rute perdagangan
yang penting (seperti wilayah Indonesia timur). Di wilayah-wilayah yang
memiliki pengaruh kuat dari kebudayaan animisme atau Hindu-Buddha,
penyebaran agama Islam diblokir oleh kebudayaan-kebudayaan yang telah
ada (seperti di wilayah Bali yang didominasi kebudayaan Hindu sampai
saat ini) atau bercampur dengan sistem-sistem kepercayaan (animisme)
yang sudah ada (contoh-contohnya masih bisa ditemukan di Jawa Tengah).
Sejak terbitnya buku (terkemuka) Clifford Geertz berjudul 'The Religion of Java'
(diterbitkan pada tahun 1960), para ilmuwan cenderung membagi komunitas
Islam Jawa (kelompok Muslim terbesar di Indonesia) di dalam dua
kelompok:
• Abangan; mereka adalah umat Muslim tradisionil yang berarti mereka masih menerapkan dogma-dogma agama tradisional Jawa; yang mencampurkan ajaran Islam dengan agama Hindu, Buddha, dan animism. Anggota dari kelompok ini umumnya bertempat tinggal atau berasal dari wilayah pedesaan.
• Santri; kelompok ini bisa disebut sebagai umat Muslim ortodoks. Mereka umumnya bertempat tinggal atau berasal dari wilayah perkotaan dan lebih berorientasi pada mesjid dan Al-Quran.
• Abangan; mereka adalah umat Muslim tradisionil yang berarti mereka masih menerapkan dogma-dogma agama tradisional Jawa; yang mencampurkan ajaran Islam dengan agama Hindu, Buddha, dan animism. Anggota dari kelompok ini umumnya bertempat tinggal atau berasal dari wilayah pedesaan.
• Santri; kelompok ini bisa disebut sebagai umat Muslim ortodoks. Mereka umumnya bertempat tinggal atau berasal dari wilayah perkotaan dan lebih berorientasi pada mesjid dan Al-Quran.
Geertz sebenarnya juga menyatakan ada kelompok ketiga, yaitu priyayi
(kelompok bangsawan tradisional), namun karena ini merupakan kelompok
kelas sosial dan bukan kelompok agama, maka kelompok priyayi ini tidak
dimasukkan dalam pembagian masyarakat di atas.
Penyebaran Islam di Indonesia seharusnya
tidak dipandang sebagai proses yang cepat dan berasal dari satu asal
atau sumber saja, namun lebih tepat disebut sebagai proses dari berbagai
gelombang Islamisasi yang berkaitan dengan perkembangan internasional
dalam dunia Islam; sebuah proses yang terus berlanjut hingga saat ini
(seperti yang telah dijelaskan di atas, para pedagang Muslim yang datang
ke wilayah kepulauan ini pada abad-abad pertama era Islam bisa dianggap
sebagai gelombang pertama). Dua gelombang reformasi penting yang
bertujuan untuk mengembalikan kemurnian Islam - seperti yang diterapkan
pada masa Nabi Muhammad - adalah gerakan Wahabi dan gerakan Salafi.
Gerakan Wahabi datang dari Arab dan memberikan pengaruh di wilayah
kepulauan ini sejak awal abad ke-19. Gerakan Salafi datang dari Mesir
pada akhir abad ke-19. Kedua gerakan ini memiliki dampak yang kuat dalam
proses penyebaran agama Islam ortodoks di wilayah kepulauan ini.
Perkembangan penting lain di proses Islamisasi di Indonesia adalah
pembukaan Kanal Suez pada tahun 1869 yang mengimplikasikan - karena
perjalanan ke Mekah menjadi lebih mudah - adanya lebih banyak peziarah
antara Indonesia dan Mekkah. Hal ini menyebabkan semakin intensifnya
komunikasi dengan pusat-pusat agama di Timur Tengah.
Kendati begitu, gelombang-gelombang
Islamisasi juga menyebabkan ketegangan dan perpecahan di dalam komunitas
Islam Indonesia karena tidak semua orang setuju dengan kedatangan
gerakan Islam ortodoks. Contohnya, perbedaan antara komunitas modernis
(santri) dan komunitas tradisionalis (abangan) disebabkan karena reaksi
komunitas tradisionalis melawan gerakan reformasi di abad ke-19.
Perbedaan ini masih tampak dalam dua organisasi Islam yang paling
berpengaruh di Indonesia pada saat ini. Muhammadiyah, sebuah organisasi
sosial yang didirikan pada tahun 1912 di Jawa, mewakili komunitas Islam
modernis yang menolak Islam Jawa yang mistis (tradisional). Pada saat
ini, kelompok ini memiliki sekitar 20 juta anggota. Sebagai reaksi atas
pendirian Muhammadiyah, para pemimpin tradisional Jawa mendirikan
Nahdlatul Ulama (NU) pada tahun 1926. Para anggota NU masih dipengaruhi
oleh elemen-elemen mistis sebelum kedatangan agama Islam. Para pemimpin
NU juga cenderung lebih toleran pada agama-agama lain. Jumlah anggotanya
saat ini mencapai 35 juta orang.
Islam Radikal di Indonesia
Pada dua dekade terakhir, pengaruh Islam
semakin tampak jelas di jalan-jalan di Indonesia dan telah mulai
memainkan peran yang lebih penting dalam kehidupan sehari-hari umat
Muslim. Contohnya, jumlah wanita Indonesia yang menggunakan jilbab telah
meningkat secara signifikan, dan beribadah di mesjid semakin menjadi
bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, penting untuk memahami bahwa
perkembangan Islamisasi ini tidaklah sama dengan radikalisme Islam.
Sebagian besar umat Muslim di Indonesia memiliki toleransi tinggi pada
agama-agama lain serta aliran-aliran lain di dalam Islam. Hanya
sekelompok kecil masyarakat di Indonesia yang setuju dan/atau
berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas radikal atau teroris. Meskipun
radikalisme Islam di Indonesia telah mendapat lebih banyak sorotan sejak
penyerangan 11 September di New York (terutama setelah beberapa
pemboman di Bali dan Jakarta pada tahun 2000an), ini bukanlah fenomena
baru di Indonesia. Insiden-insiden yang melibatkan radikalisme Islam
telah terjadi sebelumnya, seperti pemberontakan-pemberontakan Darul
Islam pada tahun 1950an, pemberontakan-pemberontakan daerah pada akhir
1950an, pembantaian komunis pada tahun 1965-1966, pembajakan pesawat
pada tahun 1981, berbagai serangan pada gereja Kristen dan monumen
Buddha, dan serangan-serangan pada tempat-tempat yang dianggap haram
(rumah bordil, bar, dan tempat perjudian) pada beberapa dekade terakhir.
Untuk informasi yang lebih detail mengenai hal ini silahkan kunjungi halaman kami mengenai Islam Radikal.
Leave a Comment