Wisata gunung Tangkuban Parahu, Jawa Barat
Banyak
ilmuwan yang menyatakan bahwa Gunung Tangkuban Perahu merupakan sebuah
gunung berapi aktif yang tercipta akibat proses alam selama ribuan,
bahkan jutaan tahun. Namun bagi masyarakat Jawa Barat, gunung yang
berjarak sekitar 25-30 kilometer di utara Kota Bandung dan berketinggian
2.084 meter dari permukaan laut (dpl) itu muncul di permukaan Bumi
bukan akibat proses alam, melainkan karena kesaktian Sangkuriang.
Konon, dahulu kala, ada seorang wanita cantik bernama Dayang Sumbi. Ia hidup di tengah hutan bersama anaknya yang bernama Sangkuriang. Suatu hari, Dayang Sumbi menyuruh Sangkuriang berburu rusa karena ia ingin sekali memakan dagingnya. Sayang, rusa yang diburu Sangkuriang gagal didapatkan, sehingga karena tak ingin mengecewakan ibunya, Sangkuriang membunuh Tumang, anjing peliharaan ibunya yang menemani ia berburu, dan mempersembahkan dagingnya kepada sang Ibu.
Dayang Sumbi marah sekali setelah tahu apa yang dilakukan Sangkuriang itu karena Tumang ternyata penjelmaan ayah Sangkuriang sendiri. Ia memukul kepala Sangkuriang hingga bercucuran darah, dan kemudian mengusir Sangkuriang dari rumah.
Bertahun-tahun kemudian, Sangkuriang tumbuh dewasa yang tampan dan gagah, tanpa sengaja kembali ke hutan tempat dimana ibunya tinggal, dan menemukan Dayang Sumbi yang masih saja terlihat muda dan cantik. Ia jatuh cinta, dan cintanya terbalas karena Dayang Sumbi pun tak tahu kalau Sangkuriang adalah anaknya.
Suatu hari, saat mereka sedang bercengkrama, Dayang Sumbi melihat luka di kepala Sangkuriang, dan segera mengetahui kalau pemuda yang sedang memadu kasih dengan dirinya, adalah anaknya sendiri. Ia syok dan memutuskan hubungan mereka. Sangkuriang marah, dan ngotot untuk tetap menikahi Dayang Sumbi, meski kemudian Dayang Sumbi memberitahu kalau ia adalah ibu kandung Sangkuriang sendiri.
Tak kehabisan akal, Dayang Sumbi kemudian menyatakan bahwa ia bersedia dinikahi asalkan Sangkuriang mampu membuatkannya sebuah telaga dan sebuah perahu dalam satu malam. Sangkuriang menyanggupi. Dengan dibantu jin, Sangkuriang nyaris mampu memenuhi permintaan Dayang Sumbi, namun Dayang Sumbi lagi-lagi tak kehabisan akal. Ia menebar kain boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), dan dalam sekejap mata kain itu mengeluarkan cahaya bagaikan cahaya fajar di ufuk timur. Cahaya itu membuat jin-jin yang membantu Sangkuriang, mengira hari telah pagi dan buru-buru pergi, meninggalkan pekerjaannya yang hampir rampung.
Sangkuriang marah sekali ketika tahu siasat Dayang Sumbi itu. Ia lalu menendang perahu yang telah dibuatnya, dan perahu itu kemudian jatuh dalam keadaan menelungkup dan berubah menjadi gunung yang hingga kini kita kenal dengan nama Gunung Tangkuban Perahu.
Delama 2 abad terakhir, gunung yang menjadi ikon pariwisata Jawa Barat ini telah beberap kali meletus, yakni pada 1829, 1846, 1862, 1887, 1896, 1910, dan 1929.
Konon, dahulu kala, ada seorang wanita cantik bernama Dayang Sumbi. Ia hidup di tengah hutan bersama anaknya yang bernama Sangkuriang. Suatu hari, Dayang Sumbi menyuruh Sangkuriang berburu rusa karena ia ingin sekali memakan dagingnya. Sayang, rusa yang diburu Sangkuriang gagal didapatkan, sehingga karena tak ingin mengecewakan ibunya, Sangkuriang membunuh Tumang, anjing peliharaan ibunya yang menemani ia berburu, dan mempersembahkan dagingnya kepada sang Ibu.
Dayang Sumbi marah sekali setelah tahu apa yang dilakukan Sangkuriang itu karena Tumang ternyata penjelmaan ayah Sangkuriang sendiri. Ia memukul kepala Sangkuriang hingga bercucuran darah, dan kemudian mengusir Sangkuriang dari rumah.
Bertahun-tahun kemudian, Sangkuriang tumbuh dewasa yang tampan dan gagah, tanpa sengaja kembali ke hutan tempat dimana ibunya tinggal, dan menemukan Dayang Sumbi yang masih saja terlihat muda dan cantik. Ia jatuh cinta, dan cintanya terbalas karena Dayang Sumbi pun tak tahu kalau Sangkuriang adalah anaknya.
Suatu hari, saat mereka sedang bercengkrama, Dayang Sumbi melihat luka di kepala Sangkuriang, dan segera mengetahui kalau pemuda yang sedang memadu kasih dengan dirinya, adalah anaknya sendiri. Ia syok dan memutuskan hubungan mereka. Sangkuriang marah, dan ngotot untuk tetap menikahi Dayang Sumbi, meski kemudian Dayang Sumbi memberitahu kalau ia adalah ibu kandung Sangkuriang sendiri.
Tak kehabisan akal, Dayang Sumbi kemudian menyatakan bahwa ia bersedia dinikahi asalkan Sangkuriang mampu membuatkannya sebuah telaga dan sebuah perahu dalam satu malam. Sangkuriang menyanggupi. Dengan dibantu jin, Sangkuriang nyaris mampu memenuhi permintaan Dayang Sumbi, namun Dayang Sumbi lagi-lagi tak kehabisan akal. Ia menebar kain boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), dan dalam sekejap mata kain itu mengeluarkan cahaya bagaikan cahaya fajar di ufuk timur. Cahaya itu membuat jin-jin yang membantu Sangkuriang, mengira hari telah pagi dan buru-buru pergi, meninggalkan pekerjaannya yang hampir rampung.
Sangkuriang marah sekali ketika tahu siasat Dayang Sumbi itu. Ia lalu menendang perahu yang telah dibuatnya, dan perahu itu kemudian jatuh dalam keadaan menelungkup dan berubah menjadi gunung yang hingga kini kita kenal dengan nama Gunung Tangkuban Perahu.
Delama 2 abad terakhir, gunung yang menjadi ikon pariwisata Jawa Barat ini telah beberap kali meletus, yakni pada 1829, 1846, 1862, 1887, 1896, 1910, dan 1929.
Sumber: http://www.jurukunci.net
Leave a Comment